Rabu, 27 April 2011

SIMPANAN KARBON DALAM EKOSISTEM MANGROVE

Oleh Laily Agustina Rahmawati
09/290542/PMU/05966

ABSTRAK
Ekosistem mangrove memiliki potensi besar dalam menyimpan karbon, baik dalam biomassa maupun simpanan karbon belowground. Karbon organik yang ada di ekosistem mangrove bisa berasal dari derived mangrove maupun dari marin atau estuari yang keberadaannya ditentukan oleh variasi harian (pasang surut) maupun variasi musiman. Tujuan penulisan ini adalah untuk menganalisis jumlah % OC, rasio C:N, dan δ¹³C dalam kaitannya dengan jenis vegetasi mangrove (di India dan Sri lanka) dan dalam kaitannya dengan variasi harian dan musiman (di riverine wetland mangrove, Florida); menentukan karakteristik material organik (karbon) yang berasal dari derivat mangrove di Zangjiang Estuary Mangrove, China (Xue et al 2008); menghitung simpanan karbon belowground di hutan mangrove Pulau Pohnpei, Mikronesia (Fujimoto, 1999), serta mengidentifikasi keseimbangan flux karbon dan nitrogen terkait produktivitas udang pada tambak udang di ekosistem mangrove di Delta Mekong, Vietnam. Hasil menunjukkan bahwa  terjadi korelasi negative antara % OC dan rasio C/N dengan nilai δ¹³C, % OC juga ditentukan oleh jenis vegetasi mangrove dominan. Terkait variasi harian dan musiman, konsentrasi DOC tinggi pada musim kering dan rendah pada musim basah. Nilai rasio C/N menentukan asal bahan organik dalam ekosistem mangrove. Jika nilai rasio C/N pada sedimen mangrove < 8, maka bahan organik berasal dari marine dan jika nilai rasio C/N >12, material organik berasal dari terestrial (termasuk derived mangrove). Hutan mangrove pulau Pohnpei memiliki simpanan karbon bellowground rata-rata sebesar 1300 tC/ha. Kemudian dalam penerapan sistem extensive mixed shrimp-mangrove forestry farm di delta sungai Mekong, Vietnam, produktifitas tambak udang rendah disebabkan karena ketidakseimbangan flux material organik (output >input).

Kata Kunci: konsentrasi karbon, ekosistem mangrove, karbon bellowground, karbon derived mangrove, keseimbangan flux material organik.



PENDAHULUAN
Ekosistem mangrove memiliki potensi besar dalam menyimpan karbon (Fujimoto et al 1999) baik yang berasal dari derivat mangrove  (Xue et al 2008) maupun yang berasal dari ekosistem lain, misalnya pasang surut air laut dan estuari (Bouillon et al 2003; Alongi et al 2000; Romigh et al 2006). Simpanan karbon tersebut tidak hanya berada diatas permukaan tanah (biomassa), namun bawah permukaan tanah (belowground) juga memiliki simpanan karbon dalam jumlah besar. Sayangnya, simpanan tersebut masih sedikit diteliti (Fujimoto et al 1999). Jumlah simpanan karbon yang ada di dalam ekosistem mangrove, selain dipengaruhi oleh arus pasang surut juga dipengaruhi oleh variasi iklim. Jumlah simpanan karbon pada musim basah dan kering akan memiliki nilai yang berbeda (Romigh et al 2006).
Tujuan penulisan termpaper ini adalah untuk menganalisis jumlah simpanan karbon organik, rasio C:N, dan kombinasi stabil isotop karbon di tiga ekosistem mangrove (satu di India, dua di bagian baratdaya Sri Lanka) terkait dengan jenis vegetasi mangrove (Bouillon et al 2003); menghitung konsentrasi atau simpanan dan flux karbon organik di riverine wetland mangrove, Florida pada variasi harian (pasang surut) dan musiman (basah dan kering) (Romigh et al 2006);; menentukan karakteristik material organik (karbon) yang berasal dari derivat mangrove dan menyusun diferensiasi kuantitatif antara material organik (karbon) yang berasal derivat mangrove dan berasal dari sumber lain di Zangjiang Estuary Mangrove, China (Xue et al 2008); menghitung simpanan karbon di bawah permukaan tanah (belowground) di hutan mangrove Pulau Pohnpei, Mikronesia (Fujimoto, 1999), serta mengidentifikasi keseimbangan flux karbon dan nitrogen (input dan output),  menghitung efisiensi mineralisasi, efisiensi pemendaman C dan N, dan efisiensi konversi terkait produktivitas udang pada tambak udang di ekosistem mangrove di Delta Mekong, Vietnam (Alongi et al 2000)
Termpaper ini membahas tentang hubungan simpanan karbon organik dengan rasio C:N, dan dengan kombinasi stabil isotop karbon dan pemodelan hubungan antara simpanan karbon dengan jenis vegetasi mangrove di tiga ekosistem mangrove (satu di India, dua di bagian baratdaya Sri Lanka) (Bouillon et al 2003); selain itu juga membahas pengaruh variasi pasang surut harian dan variasi iklim (musim basah dan kering) terhadap konsentrasi dan flux karbon organik di riverine wetland mangrove, Florida (Romigh et al 2006); karakteristik material organik (karbon) yang berasal dari derivat mangrove dan jumlah karbon organik yang disumbangkan oleh derivat tanaman mangrove pada ekosistem mangrove di tiga titik lokasi di Zangjiang Estuary Mangrove, China (Xue et al 2008); simpanan karbon di bawah permukaan tanah (belowground), kecepatan sedimentasi dan kecepatan pemendaman karbon di hutan mangrove Pulau Pohnpei, Mikronesia (Fujimoto, 1999); efisiensi mineralisasi dan pemendaman C dan N, dan efisiensi konversi terkait produktivitas udang pada tambak udang serta keseimbangan input dan output flux karbon dan nitrogen pada tambak tersebut di ekosistem mangrove di Delta Mekong, Vietnam (Alongi et al 2000).

PEMBAHASAN
Sampel sedimen mangrove bagian permukaan, dikumpulkan dari tiga zona vegetasi di Coringa Wildlife sanctuary yang terletak di Estuary Godavari, Bengal, India dan juga dari dua tempat, yakni Galle dan Pamballa yang terletak di pantai barat daya Sri Lanka. Sampel-sampel tersebut dianalisis untuk mengetahui konsentrasi karbon organik (% OC), rasio elemental C/N, serta kombinasi stabil isotop karbon (δ¹³C ). Hasil analisis menunjukkan bahwa karbon organik (OC) yang terkandung dalam sedimen mangrove antara  0.6 – 31.7 %, sedang rasio C/N bervariasi antara 7 dan 27.3, dan isotop karbon stabil δ¹³C bervariasi antara -29.4 dan -20.6 ‰ (Bouillon et al 2003).
Ketika data dari ketiga lokasi penelitian dikombinasikan, terdapat hubungan saling berkebalikan antara kandungan OC dengan nilai δ¹³C  dan rasio C/N dengan nilai δ¹³C. Jika konsentrasi OC dan rasio C/N rendah, maka nilai δ¹³C tinggi (less negative). Sebaliknya sedimen yang kaya OC dan memiliki rasio C/N yang tinggi, nilai δ¹³C nya sangat dekat dengan vegetasi mangrove  (lebih negatif / rendah). Hubungan antara % OC, rasio C/N, dan δ¹³C dapat digambarkan dengan kurva two-end mixing. Berdasarkan kurva tersebut diketahui besarnya rasio C/N seresah daun mangrove sangat tergantung pada faktor-faktor seperti status nutrien, tingkat degradasi, dan spesies mangrove. Sedimen yang berada di bawah Rhizopora spp. memiliki kandungan karbon organik (OC) yang lebih tinggi  daripada sedimen yang berada di bawah  Excoecaria agallocha (di Galle) atau Avicennia spp. (di Pambala). Sedang kandungan OC di daerah Coringa, yang terdiri dari berbagai spesies tumbuhan mangrove, jauh lebih rendah daripada yang ada di kedua tempat di Sri Lanka. Karbon organik yang terkandung dalam sedimen di Coringa diduga berasal dari materi yang tersuspensi dalam kolom air, karena pada daerah tersebut amplitudo gelombang pasang surutnya relatif tinggi. Sedang di Galle dan Pamballa, amplitudo gelombang pasang surutnya relatif rendah.  Kandungan OC yang tinggi dalam sedimen mangrove di Galle dan Pamballa diduga berasal dari derived-mangrove (Bouillon et al 2003).
. Penelitian yang dilakukan oleh Romigh et al, 2006, di riverine wetland mangrove, Florida, menunjukkan bahwa besar dan arah aliran massa dalam sistem estuari berbeda pada skala temporal maupun spasial. Pada skala spasial kecil, seperti yang tampak pada wetland interface (pertemuan antara air-tanah, air-atmosfer, atau tanah-atmosfer) dipengaruhi oleh variabel jangka pendek, seperti : konsentrasi materi; angin dan kejadian hujan; durasi penggenangan; dan waktu pembilasaan. Pada skala spasial intermediet, seperti yang terjadi hampir diseluruh area, dipengaruhi oleh proses dengan skala temporal yang lebih panjang, misalnya variabel musiman atau tahunan. Kemudian pada skala spasial yang lebih besar, seperti daerah pertemuan antara hutan mangrove dengan sungai, dinamika karbon dan nutrien dikontrol oleh proses-proses yang terkait percampuran daerah estuari dan pola iklim jangka panjang (Romigh et al  2006).
Konsentrasi Disolved Organic Carbon (DOC) di ekosistem riverine wetland mangrove, Florida, sedikit lebih tinggi dari pada di ekosistem mangrove lain yang pernah diteliti (1.7 – 17.9 mg/l). Konsentrasi DOC tinggi, pada bulan Mei 2003 (musim kering). Ini disebabkan karena produksi litter yang relatif tinggi ( 4 gdw/m²/hari ), aliran air tawar yang masuk paling rendah, dan amplitudo gelombang pasang surut pun sangat rendah ( 0.7 m ) di lokasi tersebut. Aliran air tawar dan amplitudo gelombang pasang surut akan mempengaruhi jumlah waktu yang diperlukan tanah untuk berinteraksi dengan kolom air yang tergenangan dan mempengaruhi jumlah air yang dilepaskan melewati permukaan. Peningkatan input air tawar menyebabkan meningkatnya ekspor DOC dari estuari ke perairan pesisir yang berada disekitarnya. Ekspor DOC paling tinggi terjadi pada musim basah ( Oktober), ketika amplitudo gelombang pasang surut paling tinggi ( 0.9 m) dan aliran air tawar yang masuk paling besar. Sehingga dapat dikatakan bahwa ekspor DOC dari wetland dikontrol oleh besarnya aliran air tawar dan tingginya amplitudo gelombang pasang surut sebagai variasi harian (Romigh et al  2006).
Flux musiman ditandai dengan terjadinya impor DOC ke tanah wetland selama musim kering dan ekspor DOC ke kolom air yang tergenang selama musim basah, dengan jumlah keseluruhan DOC yang diekspor 56 g DOC/m²/tahun dari mangrove ke sungai pasang surut di dekatnya. Terjadinya proses leaching seresah mangrove (daun dan kayu) yang sangat cepat di lokasi penelitian, dianggap sebagai kerugian karena menyebakan 43 % DOC diekspor keluar dari hutan mangrove (Romigh et al  2006).
Karbon organik maupun material organik lain yang ada di dalam ekosistem mangrove, secara garis besar berasal dari dua sumber, yaitu dari derived mangrove dan dari ekosistem lain (pasang surut dan estuari). Material organik yang berasal dari derived mangrove dicirikan memiliki kandungan organik karbon tinggi, rasio C/N tinggi dan nilai δ¹³C  rendah. Sebaliknya, jika sedimen memiliki kandungan organik karbon rendah, rasio C/N rendah dan nilai δ¹³C  tinggi, maka material organik tersebut berasal dari sumber lain (Bouillon et al 2003 dan Xue et al 2009). Secara spesifik rasio C/N sering digunakan untuk membedakan material organik yang berasal dari terestrial atau berasal dari marine. Jika nilai rasio C/N pada sedimen mangrove < 8, maka bahan organik berasal dari marine dan jika nilai rasio C/N >12, material organik berasal dari terestrial. Pengukuran nilai rasio C/N di tiga titik lokasi di Zangjiang Estuary Mangrove, China, menunjukkan nilai antara 6-12 dan nilai rata-rata 8.19. Nilai tersebut lebih rendah daripada nilai rasio C/N tumbuhan mangrove dominan (Kandelia candel, Aegiceras corniculatum, dan Avicenia marina), yakni 13-16. Ini mengindikasikan bahwa kontribusi biomassa insitu yang berasal dari derived mangrove terhadap jumlah bahan organik pada ekosistem ini terbatas. Material organik yang ada di Zangjiang Estuary Mangrove, kebanyakan berasal dari marine atau estuari yang terbawa oleh gelombang pasang surut (Xue et al 2009).
Simpanan karbon di ekosistem mangrove tidak hanya berada diatas permukaan tanah (biomassa), namun bawah permukaan tanah (belowground) juga memiliki simpanan karbon dalam jumlah besar. Fujimoto et al, 1999, meneliti simpanan karbon belowground di hutan mangrove Mikronesia, Pulau Pohnpei, Kepulauan Pasifik. Habitat mangrove di pulau Pohnpei diklasifikasikan ke dalam dua tipe, yaitu tipe coral reef dan tipe tidal-flat / tipe estuari. Ketebalan lapisan tanah rawa (peat) pada habitat mangrove tipe coral reef dan tipe tidal-flat biasanya sekitar 2 meter. Simpanan karbon pada kedalam hingga 2 meter pada mangrove tipe coral reef diperkirakan sebesar 1361 tC/ha. Nilai ini diatas perkiraan, karena biasanya lapisan bagian atas memiliki kandungan yang lebih tinggi daripada lapisan bawah karena dibentuk oleh fibric peat. Sedang simpanan karbon pada mangrove tipe tidal-flat pada kedalaman 2 meter, diperkirakan sebesar 1139 tC/ha untuk lokasi yang menghadap ke sungai (B1) dan 1202 tC/ha untuk lokasi yang menghadap ke darat. Nilai ini dianggap dibawah perkiraan, karena proporsi bahan organik di sedimen lebih tinggi pada habitat tipe estuari (tidal-flat) daripada habitat tipe coral reef. Dari kesuluruhan nilai simpanan karbon bellowground yang diukur, nilai simpanan karbon rata-rata di kedua tipe habitat mangrove tersebut adalah sebesar 1300 tC/ha (Fujimoto et al 1999).
Keseimbangan flux karbon ditentukan berdasarkan nilai input dan output karbon yang dipertukarkan dalam suatu ekosistem. Jika output lebih besar dari input, maka ekosistem dapat dinyatakan tidak sustainable, seperti yang terjadi di hutan mangrove yang berada di delta sungai Mekong, Vietnam. Hutan mangrove yang berada di delta sungai Mekong, Vietnam, dimanfaatkan penduduk untuk tambak udang dengan sistem extensive mixed shrimp-mangrove forestry farm (Alongi et al 2000). Dalam penelitiannya, Alongi et al., membandingkan dua buah tambak udang, yakni kolam 12 dan kolam 23. Kolam 12 merupakan tipe tambak yang menerapkan sistem extensive mixed shrimp-mangrove forestry farm, sedang kolam 23 merupakan tipe tambak yang masih menggunakan sistem pertanian terpisah (separate farm system) (Alongi et al 2000).
Berdasarkan pengukuran simpanan nutrien yang ada dalam kedua tambak udang, menunjukkan bahwa keduanya tidak sustainable, karena lebih banyak kehilangan nutrien melalui pertukaran pasang surut, respirasi dan pemendaman daripada mendapat tambahan nutrien dari fitoplankton, produksi mikroalga bentik, atau dengan mengimport nutrien pada saat pasang. Sejumlah proses individu mendukung pandangan tersebut: 1). Kecepatan respirasi pelagik dan bentik lebih besar daripada produksi primer netto, artinya konsumsi bahan organik lebih besar dari yang mereka hasilkan. 2). Kecepatan fiksasi N sangat rendah pada kolam 12 dan tak terukur pada kolam 23. Nitogen yang berasal dari hujan berpengaruh lebih besar terhadap flux daripada fiksasi N. 3). Pelepasan air yang tidak terkontrol selama memanen hasil menyebabkan partikel materi dan nutrien dalam jumlah besar diekspor keluar kolam. 4). Kecepatan siklus sedimen C dan N mendukung dugaan kualitas nutrisi bahan organik di kedua kolam rendah (Alongi et al 2000).
Kolam 12 memiliki hasil panen yang lebih besar daripada kolam 23.  Pada kolam 12 efisiensi mineralisasi C (34 %) dan N (41 %) lebih tinggi daripada kolam 23 (C=11%, N=10%). Untuk efisiensi pemendaman di kedua sedimen kolam sama-sama tinggi, yaitu C sebesar 66-89 % dan N sebesar 59-90 %. Ini berarti hanya sedikit bahan organik yang dilansir dalam produksi biologi. Efisiensi konversi rata-rata udang di kolam 12, adalah 16 % untuk C dan 24 % untuk N, sedang di kolam 23 nilainya lebih rendah yaitu 6 % untuk C dan 18 % untuk N. Rendahnya produktivitas udang di kedua kolam, selain disebabkan oleh rendahnya kandungan bahan organik juga dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain pH dan DO yang berubah-ubah, alkalinitas yang rendah, salinitas yang bervariasi, dan curah hujan yang tinggi. (Alongi et al 2000).

KESIMPULAN
Karbon organik (OC) yang terkandung dalam sedimen mangrove di Coringa, India dan di Galle dan Pamballa, Sri Lanka antara  0.6 – 31.7 %, sedang rasio C/N bervariasi antara 7 dan 27.3, dan isotop karbon stabil δ¹³C bervariasi antara -29.4 dan -20.6 ‰. Konsentrasi OC juga ditentukan oleh jenis vegetasi mangrove dominan. Sedimen yang berada di bawah Rhizopora spp. cenderung memiliki kandungan karbon organik (OC) yang lebih tinggi). Jumlah simpanan karbon yang ada di dalam ekosistem mangrove, selain dipengaruhi oleh arus pasang surut juga dipengaruhi oleh variasi iklim. Konsentrasi DOC  di riverine wetland mangrove, Florida, tinggi pada musim kering (Mei) dan rendah pada musim basah (Oktober). Asal bahan organik dalam ekosistem mangrove dapat ditentukan berdasarkan rasio C/N. Jika nilai rasio C/N pada sedimen mangrove < 8, maka bahan organik berasal dari marine dan jika nilai rasio C/N >12, material organik berasal dari terestrial (termasuk derived mangrove). Rasio C/N di Zangjiang Estuary Mangrove, China, menunjukkan nilai rata-rata 8.19 yang mengindikasikan bahwa sumber utama material organik di ekosistem tersebut bukan dari derived-mangrove. Berdasarkan hasil pengukuran simpanan karbon bellowground di hutan mangrove Mikronesia, Pulau Pohnpei, Kepulauan Pasifik, diketahui bahwa simpanan rata-rata karbon bellowground sebesar 1300 tC/ha. Produktifitas tambak udang yang rendah pada penerapan sistem extensive mixed shrimp-mangrove forestry farm di delta sungai Mekong, Vietnam, disebabkan karena ketidakseimbangan flux material organik (output >input). Kolam 12 memiliki hasil panen yang lebih besar dari kolam 23, karena efisiensi mineralisasi dan efisiensi konversinya lebih tinggi daripada kolam 23.

DAFTAR ACUAN

Alongi DM, DJ Johnston, and TT Xuan. 2000. Carbonand Nitrogen Budget in Shrimp Ponds of Extensive Mixed Shrimp-Mangrove Forestry Farms in The Mekong Delta Vietnam. Aquaculture Research 31: 387-399

Bouillon S, FD Guebas, AVVS Rao, N Koedam, and F Dehairs. 2003. Sources of Organic Carbon in Mangrove Sediments: Variability and Possible Ecological Implications. Hidrobiologia 495: 33-39

Fujimoto K, A Imaya, R Tabuchi, S Kuramoto, H Utsugi, and T Murofushi. 1999. Belowground Carbon Storage of Micronesian Mangrove Forest. Ecological Research 14: 409-413

Romigh MM, SE Davis III, VH Rivera-Monroy, and Twilley RR. 2006. Flux Organic Carbon in A Riverine Mangrove Wetland in The Florida Coastal Everglades. Hidrobiologia 569: 505-516

Xue B, C Yan, H Lu, and Y Bai. 2009. Mangrove-Derived Organic Carbon in Sediment from Zhangjiang Estuary (China) Mangrove Wetland. Journal of Coastal ResearchI 25: 4: 949-956

Tidak ada komentar:

Posting Komentar