Rabu, 27 April 2011

PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BERBASIS EKOREGION KABUPATEN KULON PROGO DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Oleh: Laily Agustina Rahmawati
Prodi Ilmu Lingkungan SPS UGM

1.      Latar Belakang
Lingkungan hidup, menurut UU No.32 tahun 2009, diartikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya dukung, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Manusia dalam lingkungan hidup memiliki peran ganda, yaitu sebagai subjek maupun objek. Sebagai subjek, manusia manjadi kunci yang memicu terjadinya kerusakan dan penurunan kualitas lingkungan, selain itu upaya pencegahan, penanggulangan dan pemulihan lingkungan sangat tergantung pada perilaku manusia. Sedang sebagai objek, manusia akan terkena dampak, jika lingkungan hidupnya rusak atau terganggu. Karena manusia membutuhkan lingkungan hidup untuk menyokong kehidupannya, maka hubungan harmonis antara manusia dan lingkungan harus dijaga. Tindakan riil dalam menjaga keharmonisan hubungan manusia dengan lingkungan diwujudkan melalui upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup merupakan upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum (UU No.32 tahun 2009). Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, yang termuat dalam UU No.32 tahun 2009, dilatar belakangi oleh kegagalan pembangunan berkelanjutan yang dicanangkan Pemerintah Republik Indonesia pada tahun-tahun sebelumnya. Paradigma lingkungan belum diintegrasikan ke seluruh sektor pembangunan, baik sektor energi, pengelolaan sumber daya alam, pertanian, perkebunan, tata ruang, dan juga infrastruktur. Akibatnya, kerusakan dan penurunan kualitas lingkungan di Indonesia terjadi secara intensif dan massif, misalnya: tingginya laju deforestasi hutan (2 – 2.5 juta ha/ tahun) terkait erat dengan tingginya angka kejadian bencana (1429 kejadian, tahun 2003-2005), dimana 34% bencana berupa banjir, dan 16 % longsor (RANPI, 2007). Bencana-bencana tersebut dipicu oleh ulah manusia dalam mengeksploitasi hutan dan merusak daerah resapan air.
Pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus di dasarkan pada kaidah ekologis, dengan mempertimbangkan jasa dan fungsi ekosistem, karakteristik sumberdaya alam, kondisi geografis, budaya masyarakat, dan kearifan lokal, yang disebut sebagai konsep ekoregion (Penjelasan UU No.32 tahun 2009, huruf h). Konsep ekoregion menekankan pada upaya sinergi dan integral dalam menjalankan fungsi pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hokum, di suatu wilayah, yang ditetapkan berdasarkan kesamaan karakteristik bentang alam, daerah aliran sungai, iklim, keanekaragaman hayati (flora-fauna), sosial budaya, ekonomi, kelembagaan masyarakat dan hasil inventarisasi lingkungan hidup (UU No.32 tahun 2009).

2.      Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk menyusun rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (RPPLH) berbasis ekoregion, di Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta.

3.      Kerangka Pemikiran
 



4.      Pembahasan
Kabupaten Kulon Progo yang beribukota di Wates memiliki luas wilayah 58.627,512 ha (586,28 km²), dan merupakan salah satu dari lima daerah otonom di propinsi D.I Yogyakarta yang terletak paling barat, dengan batas wilayah:
Barat   : Kabupaten Purworejo, Propinsi Jawa Tengah.
Timur   : Kabupaten Sleman dan Bantul, Prop. D.I. Yogyakarta
Utara   : Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah
Selatan            : Samudera Indonesia                                                               
Secara geografis terletak antara 7° 38' 42" - 7° 59' 3" Lintang Selatan dan 110° 1' 37" - 110°16' 26" Bujur Timur (BPS, 2008).
Kabupaten Kulon Progo terdiri dari : 12 kecamatan, 88 desa yang diklasifikasi menjadi 13 desa perkotaan dan 75 desa perdesaan, 930 dukuh, 1.825 RW, 4.468 RT. Di Kabupaten Kulon Progo desa perkotaan berada di Kecamatan Wates (5 desa), Panjatan (3 desa), Galur (3 desa), Sentolo (1 desa), dan Pengasih (2 desa). Dari 12 kecamatan yang ada jumlah desa terbanyak adalah kecamatan Temon (15 desa) dan jumlah dukuh terbanyak adalah kecamatan Samigaluh (106 dukuh) (BPS, 2008).

A.    Konsep Ekoregion dalam RPPLH
Wilayah kajian ditetapkan pada konsep ekoregion, yang penetapannya mempertimbangkan beberapa aspek, antara lain: karakteristik bentang alam, daerah aliran sungai (DAS), iklim, keanekaragaman hayati (flora-fauna), sosial-ekonomi-budaya masyarakat. Aspek-aspek tersebut dijadikan dasar dalam perencanaan dan pelaksanaan upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan, termasuk wilayah Kulon progo.
1). Karakteristik Bentang Alam Kabupaten Kulon Progo
Bentang alam atau sering disebut sebagai bentanglahan merupakan gabungan dari bentuklahan-bentuklahan (landform). Bentuklahan merupakan kenampakan tunggal, seperti sebuah bukit atau lembah sungai. Kombinasi dari kenampakan tersebut membentuk suatu bentanglahan, seperti daerah perbukitan yang  baik bentuk maupun ukurannya bervariasi / berbeda-beda, dengan aliran air sungai di sela-selanya (Tuttle, 1975 dalam Widiyanto, 2007).
Berdasarkan karakteristik bentang alam, wilayah Kulon Progo dibagi menjadi 3 wilayah utama, yaitu:
a.       Wilayah utara, berupa dataran tinggi atau perbukitan manoreh dengan ketinggian antara 500-1000 mdpl. Bentuk lahan yang ada di wilayah ini antara lain: pegunungan dan perbukitan danudasional, perbukitan structural dan monoklinal, dataran fluvial kaki gunungapi, dan dataran alluvial gunungapi. Wilayahnya mencakup: Girimulyo, Nanggulan, Kalibawang dan Semigaluh.
b.      Wilayah tengah, berupa daerah perbukitan dnegan ketinggian100-500 mdpl. Bentuk lahan yang ada di wilayah ini antara lain: pegunungan dan perbukitan danudasional, perbukitan monoklinal, dataran banjir, lembah koluvial, lereng kaki bukit, dan tanggul alam. Wilayahnya meliputi: Sentolo, Pengasih dan Kokap.
c.       Wilayah selatan, berupa dataran rendah dengan ketinggian 0-100 mdpl. Bentuk lahan yang ada di wilayah ini anatra lain: tanggul alam, dataran alluvial, dan gumuk pasir. Wilayahnya meliputi: Temon, Wates, Panjatan, Galur, dan Lendah.

2). Daerah Aliran sungai (DAS) Kabupaten Kulon Progo
KIabupaten Kulon Progo termasuk dalam dua kawasan DAS, yaitu DAS Progo dan DAS Serang. Sungai Progo merupakan sungai yang terbesar dan terletak di sebelah timur  sekaligus membatasi wilayah Kulonprogo dengan Kabupaten Sleman, Bantul, dan Magelang. Sedangkan Sungai Serang terdapat pada bagian tengah Kabupaten Kulonprogo dan kedua sungai tersebut bermuara di Samudra Indonesia.
Sungai Progo dengan anak-anak sungainya, memiliki daerah pengaliran seluas 8.894 hektar, dengan debit maksimum 381,90 m3/detik dan debit minimum 13,00 m3/detik. Sungai Serang dengan anak-anak sungainya, memiliki daerah pengaliran seluas 3.635,75 hektar, dengan debit maksimum 153,6 m3/detik dan debit minimum 0.03 m3/detik.
Kedua sungai tersebut mempunyai arti yang sangat penting terutama untuk memenuhi kebutuhan pertanian di Kabupaten Kulonprogo. Fungís Sungai Progo untuk kebutuhan pertanian dapat ditingkatkan setelah dibangun saluran Kalibawang dan Sapon (Lendah). Dengan kedua saluran tersebut akan dapat mengairi sawah di bagian timur wilayah Kulonprogo yang meliputi Kecamatan Kalibawang, Nanggulan, Sentolo, Lendah, dan Galur. Sungai Serang berfungsi sebagai sumber air dan saluran primer. Selain kedua sungai tersebut telah dibangun sebuah waduk yaitu Waduk Sermo yang terletak di Desa Hargowilis Kecamatan Kokap. Waduk Sermo berfungsi untuk usaha pertanian di wilayah Kecamatan Temon, Wates, Panjatan, Pengasih, dan Kokap.
Permasalahan yang muncul, antara lain pencemaran limbah mercuri akibat penambangan emas di daerah Sangon, Desa Kalirejo, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, D.I.Y. Penambangan emas dilakukan dihalaman rumah atau pinggiran sungai, dan limbah dibuang langsung ke badan sungai Serang. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Setiabudi (2005), kadar mercuri dalam sedimen sungai 0,01-97,84 ppm, padahal nilai baku mutu lingkungan untuk logam mercuri yang diizinkan hanya 10 ppb.

3). Iklim
Kulon Progo merupakan daerah beriklim tropis yang mengalami musim kemarau (Mei-Oktober) dan musim hujan (Nopember-April), dengan curah hujan rata-rata1430 mm per tahun dan hari hujan rata-rata 12 hari per bulan. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari (689 mm, 18 hari hujan), tetapi daerah ini mengalami kekeringan dan kekurangan air pada musim kemarau, terutama pada bulan Agustus-September (Setiabudi, 2005).

4). Keanekaragaman Hayati (Flora dan Fauna) Kabupaten Kulon Progo
Keanekaragaman hayati, meliputi keragaman flora dan fauna yang ada di wilayah Kulon Progo, baik pada tingkatan genetic, spesies, maupun ekosistem (Primack, 2007). Namun, dari data yang tersedia, keanekaragaman hayati yang telah terinventarisir hanya pada keanekaragaman jenis (spesies). Menurut data BPS (2008), keragaman flora yang ada di wilayah Kulon Progo terbagi menjadi beberapa kelompok:
a)      Palawija, meliputi: padi, jagung, ketela pohon, kacang hijau, kacang tanah, dan ketela rambat.
b)      Holticultura, yaitu tanaman buah, sayur, dan obat-obatan. Adapun buah-buahan meliputi: alpukat, kelapa, mangga, rambutan, manggis, durian, sukun, semangka, melon, dan papaya. Sayuran, antara lain meliputi: bawang merah, bawang daun, petai, sawi, kacang panjang, dan cabe. Dan obat-obatan, meliputi: temu lawak, temu ireng, keji beling, sambiloto, dlingo, kapulogo, jahe, laos, kunyit, lempuyang, temu kunci, kencur dan mengkudu.
c)      Tanaman berkayu, antara lain: jati, sono keeling, mahoni, akasia, sengon, dan lain-lain.
Keragaman fauna Kulon Progo menurut Kemen-LH (2010), berdasarkan kekhasan ekosistem, terbagi atas 3 kelompok fauna, yaitu: karst fauna, sermo fauna, dan dataran rendah fauna (Lampiran 2).

4). Sosial-Ekonomi-Budaya Masyarakat Kabupaten Kulon Progo
Jumlah Penduduk Kabupaten Kulon Progo tahun 2007 menurut data BPS (2008) sebanyak 374.445 jiwa, terdiri dari penduduk laki-laki 183.396 jiwa (49,25 %) dan penduduk perempuan 190.049 jiwa (50,75 %) dengan tingkat pertumbuhan 0,08 %.
Berdasarkan tingkat kesejahteraan, kepala keluarga dibegi menjadi 5 tingkatan, yaitu: kepala keluarga pra sejahtera sebanyak 47.481 keluarga (40,31 %), KS I sebanyak 22.287 keluarga (18,92 %), KS II sebanyak 15.371 keluarga (13,05 %), dan KS III sebanyak 27.046 keluarga (22,96%) dan KS III (+) sebanyak 5.605 keluarga (4,76 %) (BPS, 2008).
Perekonomian penduduk, berdasarkan hasil sensus pertanian (2003), menunjukkan mayoritas penduduk kabupaten Kulon Progo masih berusaha pada sektor pertanian, karena dari 103.450 rumah tangga, 80.685 (77,99 %) merupakan rumah tangga pertanian, dimana 70.995 (87,99 %) berada didaerah pedesaan (BPS, 2008).
Jika dilihat dari klasifikasinya, jumlah rumah tangga pertanian (RTP) tanaman Palawija merupakan yang terbanyak yaitu 51.987 RTP, kemudian RTP Padi sebanyak 45.239, RTP Kehutanan sebanyak 38.097, RTP Hortikultura sebanyak 35.355 dan RTP Ternak unggas sebanyak 19.080 dan lainnya sebanyak 6.447 (BPS, 2008).
Bidang kebudayaan, Kabupaten Kulon Progo mempunyai perkumpulan kesenian tari sebanyak 308, seni musik sebanyak 714, seni teater sebanyak 90, dan kesenian seni rupa sebanyak 122, yang terdiri dari seni lukis sebanyak 25 kelompok, seni ukir sebanyak 12, seni dekorasi 77 kelompok, dan seni tatah wayang kulit sebanyak 8 kelompok. Kesenian daerah merupakan kekayaan budaya yang harus dipelihara dan dilestarikan (BPS, 2008).
Bidang keagamaan, penduduk Kabupaten Kulon Progo mayoritas adalah pemeluk agama Islam yaitu 93,80 %, agama Kristen 1,30 %, agama Katholik 4,73 %, agama Budha 0,17 %, dan agama Hindu 1,33 %.

B.     Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Kabupaten Kulon Progo
Penyusunan RPPLH Kabupaten Kulon Progo berdasarkan konsep ekoregion, harus mempertimbangkan kondisi bentang alam, DAS, iklim, keanekaragaman hayati, dan kondisi sosekbud masyarakat. Berdasarkan bahasan sebelumnya, telah diketahui deskripsi wilayah kabupaten Kulon Progo, ditinjau dari ke 5 aspek utama yang dijadikan dasar pengelolaan berbasis ekoregion.
Fakta penting yang harus dijadikan catatan adalah, bahwa wilayah Kulon Progo secara umum terbagi menjadi 3 wilayah berdasarkan karakteristik bentanglahannya, dimana pada tiap-tiap wilayah tersusun atas berbagai macam bantuk lahan. Masing-masing bentuk lahan memiliki potensi dan kerentanan terhadap bencana, yang harus diinventarisasi dulu sebelum dikelola. Potensi wilayah, termasuk di dalamnya adalah keanekaragaman flora dan fauna yang hidup pada masing-masing bentang lahan, juga potensi sumberdaya manusia. Keberadaan manusia pada suatu bentanglahan, bisa menjadi potensi dan juga bisa menjadi masalah. Hal lain yang harus dipertimbangkan adalah wilayah Kulon progo masuk dalam dua DAS, yaitu DAS Progo dan DAS Serang, di bagian hilir. Oleh karena itu, pengelolaannya harus berkordinasi dengan wilayah disekitarnya, yang terletak pada DAS yang sama, terutama di bagian hulu.
1)      Pengelolaan wilayah bagian utara
Kulon Progo bagian utara, sebagian besar wilayahnya berupa pegunungan dan perbukitan danudasional, dengan tingkat kemiringan > 40%. Daerah pegunungan atau perbukitan danudasional pada umumnya mengalami proses erosi kuat hingga sedang. Laju erosi sangat bergantung pada keberadaan vegetasi. Daerah ini memiliki kerawanan yang tinggi terhadap bahaya longsor, sehingga pemanfaatan lahan harus berhati-hati, terutama untuk permukiman. 
Lahan pertanian bukan sawah sebagian besar dimanfaatkan untuk tegal (80%), dan sisanya untuk hutan rakyat dan kebun sayur. Sedang untuk pertanian sawah, luasnya hanya setengah luas tegal. Pemanfaatan lahan untuk tegal, dapat memicu erosi anthropogenic tingkat lanjut, jika pengolahannya salah. Perlu dibuat petak atau sengkedan dan teras sering, jika lahan dimanfaatkan untuk tegalan. Hutan rakyat, merupakan pemanfaatan lahan yang paling sesuai. Keberadaan vegetasi akan menstabilkan kondisi tanah, mengurangi laju erosi, dan mengurangi resiko longsor.

2)      Pengelolaan wilayah bagian tengah
Wilayah Kulon Progo bagian tengah, memiliki keanekaragaman hayati cukup tinggi, termasuk didalamnya keragaman fauna, khususnya burung. berdasarkan laporan status keanekaragaman hayati (Kemen-LH, 2010), paling tidak ditemukan 33 spesies burung di wilayah ini, antara lain: Centropus nigrorufus (Bubut Jawa), Spilornis cheela (Elang Bida), Halcyon cyanoventris (Cekakak Jawa), Centropus sinensis (Bubut Besar), dan Lonchura leucogastroides (Bandol jawa). Dari beberapa spesies burung tersebut, yang memiliki status rentan terhadap kepunahan dan butuh segera dikonserve adalah Centropus nigrorufus (Bubut Jawa).
Kulon Progo bagian tengah, didominasi oleh perbukitan danudasional. Bagian wilayah yang lain berupa perbukitan monoklinal, dataran banjir, lembah koluvial, lereng kaki bukit, dan tanggul alam. Kerentanan wilayah ini, selain erosi tingkat sedang, beberapa wilayah juga memiliki tingkat kerawanan terhadap banjir, misalnya daerah dataran banjir di Kecamatan Pengasih.
Pemanfaatan lahan selain bangunan, juga dimanfaatkan untuk pertanian sawah dan non sawah. Pertanian sawah memiliki luas 1833 Ha, atau hanya sekitar 9,7 % dari total luas wilayah. Sedang untuk luas lahan pertanian non sawah sekitar 4835 Ha, atau sekitar 25,7 % dari total wilayah, dimana 33 % berupa tegal dan 63 % berupa kebunsayur dan hutan. Di wilayah ini, luas hutan relative paling luas di banding wilayah yang lain. Hal ini terkait erat dengan keberadaan waduk Sermo, yang dibangun untuk mengatasi permasalahan air di wilayah Kulon Progo. Keberadaan hutan penting untuk menjaga siklus hidrologi di daerah ini, juga mencegah terjadinya erosi yang menyebabkan pendangkalan waduk. Meskipun demikian, karena wilayah ini memiliki Phanoramic value yang tinggi, maka mulai muncul indikasi perubahan penggunaan lahan dari pertanian menjadi non pertanian, seperti hotel atau tempat penunjang pariwisata yang lain. Jika tidak dikelola dengan baik, hal tersebut dapat menimbulkan disturbance terhadap wilayah tersebut.

3)      Pengelolaan wilayah bagian selatan
Wilayah Kulon Progo bagian selatan merupakan daerah pantai, dengan bentuk lahan didominasi oleh dataran alluvial, tanggul alam, dan gumuk pasir. Daerah ini memiliki kerawanan yang tinggi terhadap bahaya banjir dan sedimentasi. Kesehatan ekosistem di wilayah ini (hilir), sangat tergantung pada kondisi daerah hulu. Rusaknya daerah tangkapan air, membawa imbas buruk terhadap daerah hilir. Ketika daerah tangkapan air rusak, maka air hujan yang seharusnya diresapkan oleh vegetasi ke dalam tanah, akan menjadi air limpasan menuju ke hilir, dan menyebabkan banjir pada musim hujan. Di musim kemarau, karena jumlah simpanan air di daerah resapan kecil, persediaan air untuk musim kemarau juga kecil, sehingga rawan terjadi kekeringan.
Keberadaan vegetasi di hulu juga berfungsi dalam mengontrol laju sedimentasi, akibat erosi. Keberadaan vegetasi mencegah terjadinya erosi percik pada saat terjadi hujan, karena hujan harus melewati kanopi pohon sebelum sampai ke tanah, sehingga energy destruktif air hujan terhadap permukaan tanah berkurang dan tanah yang tererosi juga berkurang.
Pengelolaan yang paling tepat untuk mencegah terjadinya kerawanan bencana banjir dan sedimentasi di wilayah ini, adalah berkordinasi dengan wilayah yang berada di hulu DAS Progo, yakni Kabupaten Magelang untuk menjaga area resapan (recharge area). Selain itu juga dengan mencegah dan menanggulangi pencemaran yang bersumber dari aktifitas penduduk yang berada di daerah atas, agar tidak menimbulkan pencemaran di daerah hilir.
Keanekaragamana hayati di wilayah ini, juga mendapat tantangan kepunahan cukup besar. Untuk flora, ada beberapa spesies berstatus rentan, misalnya: pinus dan flamboyant, dan ada juga yang berstatus terancam punah dalam waktu dekat, yaitu  mahoni dan angsana.
Wilayah ini memiliki fauna yang termasuk dalam daftar red list dari IUCN, CITES dan termasuk fauna yang dilindungi. Fauna yang hampir terancam adalah burung cerek Jawa. Sedangkan burung elang ular bido termasuk dalam appendiks II CITES yang melindunginya dari perdagangan komersil dengan pengaturan. Spesies yang genting adalah orang utan yang berada dalam pengangkaran. Spesies ini masuk dalam appendiks I CITES yang dilindungi dari perdagangan komersil apapun, kecuali untuk tujuan non komersil seperti tujuan ilmiah untuk menjaganya dari ancaman kepunahan. Selain tekanan terhadap luas dan kondisi habitat yang semakin menyempit, disertai dengan perburuan liar dan perdagangan ilegal pada jenis yang termasuk dalam status terancam menjadi ancaman terbesar dari kelangsungan hidup spesies-spesies tersebut. Jika spesies-spesies ini tidak dilindungi dan masih terus diperdagangkan secara komersil maka tidak menutup kemungkinan terjadi kepunahan dalam waktu dekat. Penangkapan, pembunuhan dan perdagangan illegal merupakan ancaman utama dari upaya-upaya perlindungan spesies ini.
















Daftar Pustaka

BPS. 2008. Kulon Progo dalam Angka 2008. Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon Progo. D. I. Yogyakarta
Kemen-LH. 2010. Penyusunan Status Keanekaragaman Hayati Provinsi D.I Yogyakarta. Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia & CV GEOHEXA. Jakarta.
Marsoedi, Ds., Widagdo, J. Dai, N. Suharta, Darul, S.W.P., S. Hardjowigeno, J. Hof, E. R. Jordens. 1996. Pedoman Klasifikasi Landform (Guidelines for Landform Classification). Centre for Soil and Agroclimate Research. Bogor
Pemda Kulon progo. 2008. Gambaran Potensi Daerah Kulon Progo. Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo. Sumber: http://www.kulonprogokab.go.id
Primack, R. B., M. indrawan, J. Supriatna. 2007. Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Setiabudi B. C. 2005. Penyebaran Mercuri Akibat Usaha Pertambangan Emas di Daerah Sengon, Kabupaten Kulon Progo, D.I. Yogyakarta. Kolokium Hasil Lapangan. DIM. Yogyakarta.
Soeharsono, P. 2002. Identifikasi Bentuk Lahan dan Interpretasi Citra Untuk Geomorfologi. PUSPIC UGM-BAKOSURTANAL. Yogyakarta.
Widiyanto. 2007. Bahan Kuliah Geomorfologi Dasar. Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta
Widiyanto, L. Santosa, M. Luthfi. 2007. Pengenalan Bentanglahan Jawa Bagian Tengah. Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar