Rabu, 27 April 2011

SETELAH TIGA TAHUN SIDOARJO TERENDAM LUMPUR

Oleh: Laily Agustina Rahmawati
Prodi Ilmu Lingkungan, SPS UGM

I.       PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang
Tiga tahun sudah, 12 Desa dari tiga Kecamatan di Kabupaten Sidoarjo terendam lumpur. Sejak 29 Mei 2006, luapan lumpur yang mencapai volume 50.000 m³ per hari telah mengakibatkan terendamnya sejumlah pemukiman warga, fasilitas umum (jalan, sekolah, tempat ibadah) dan pabrik-pabrik di sekitar sumber luapan. Semakin tahun dampaknya semakin besar. Terakhir tercatat lebih dari 600 Ha lahan terendam Lumpur, dan menyebabkan lebih dari 60.000 orang mengungsi (Yuliani, 2008).
Dampak yang terjadi akibat peristiwa ini sangat luas. Tidak hanya dampak sosial dan ekonomi warga setempat, seperti kehilangan rumah dan mata pencaharian, tapi juga berdampak pada kerusakan ekosistem dan terganggunya fasilitas umum. Mengingat infrastruktur yang dibangun di Sidoarjo memegang peranan penting dalam perekonomian Jawa Timur. Sehingga ketika lumpur menggenangi daerah Porong-Sidoarjo, maka infrastruktur penting di Jawa timur ambruk. Lalu lintas di ruas jalan tol Porong-Gempol dan rel kereta api terganggu.
Meskipun telah dibangun tanggul-tanggul untuk menampung luapan lumpur, agar luapan lumpur tidak semakin meluas, akan tetapi sumber luapan belum bisa dihentikan. Beberapa upaya telah dilakukan, meskipun belum membuahkan hasil. Sayangnya, akhir-akhir ini perhatian pemerintah terhadap permasalahan ini berkurang. Pihak Lapindo Brantas yang dituding bertanggung jawab atas terjadinya bencana ini pun belum menuntaskan hutangnya kepada warga. Pemerintah seolah-olah pasrah dan kehabisan akal.
Jika luapan lumpur tidak dihentikan, maka lumpur akan terus mengalir sampai batas waktu yang tak dapat ditentukan. Jika hal tersebut terjadi, tidak mustahil suatu saat nanti tanggul Lumpur tidak mampu lagi menahan beban muatannya dan ambrol. Bisa jadi Lumpur akan menenggelamkan seluruh kota Sidoarjo dan daerah-daerah sekitarnya. Selain itu, tanah disekitar luapan rawan ambles. Sehingga warga yang berada dalam radius 13 km dari sumber luapan, harus waspada.

1.2.  Permasalahan
Setelah tiga tahun berlalu, tindakan apa sajakah yang sudah dilakukan pemerintah, PT. Lapindo Brantas, ataupun pihak-pihak lain untuk menanggulangi luapan Lumpur Sidoarjo? Dan dampak apa sajakah yang timbul akibat luapan Lumpur selama kurun waktu tiga tahun? Dan bagaimana nasib Lumpur ke depan jika tidak segera ditanggulangi?

1.3.  Tujuan
Untuk mengetahui , tindakan apa sajakah yang sudah dilakukan pemerintah, PT. Lapindo Brantas, ataupun pihak-pihak lain untuk menanggulangi luapan Lumpur Sidoarjo. Dan mengetahui dampak apa sajakah yang timbul akibat luapan Lumpur selama kurun waktu tiga tahun, serta memprediksi nasib Lumpur Sidoarjo ke depan jika tidak segera ditanggulangi.

II.    TINJAUAN PUSTAKA
2.1.  Pengertian Lumpur
Lumpur adalah penghuni rongga batuan yang berada jauh di bawah permukaan tanah. Kedalamannya berkisar 2 hingga 6 kilometer. Material ini berusia 2 juta hingga 3 juta tahun, hasil luapan lava gunung api purba.

2.2.  Asal Mula Lumpur Panas
Lumpur panas itu merupakan lumpur vulkanik, terbentuk dari timbunan biota laut (terumbu karang) di dasar laut purba pada masa pleistosen pada 2 juta hingga 3 juta tahun lalu. Gunung api masa lampau itu sudah tidak tampak, tetapi produknya masih ada. Lapisan lumpur vulkanik itu terpendam pada kedalaman 3.000 meter. Sejak dahulu Indonesia dikenal sebagai ring of fire atau sabuk vulkanik.




III. ISI
3.1.  Letak Sidoarjo
3.1.1.      Aspek Geografis
Secara geografis, Sidoarjo terletak 112,5°-112,9° BT dan 7,3°-7,5° LS. Sidoarjo memiliki luas wilayah daratan 71.424,25 hektar. Topografinya berupa dataran rendah dengan kemiringan 0-2%. Sebelah utara dibatasi kota Surabaya dan kabupaten Gersik, sebelah selatan oleh kabupaten Pasuruan, sebelah timur oleh selat Madura dan sebelah barat oleh kabupaten Mojokerto.
Posisi Sidoarjo sangat penting bagi Jawa Timur. Infrastruktur di Sidoarjo menjadi urat nadi Jawa Timur, seperti jalan tol Surabaya-Gempol, jalan raya Porong, dan rel kereta api, menghubungkan daerah-daerah di Utara Jawa Timur (Tuban, Bojonegoro, Lamongan, Gresik) dengan daerah-daerah di Timur dan Selatan jawa Timur (Pasuruan, malang, Probolinggo, Situbondo, Bondowoso, Jember dan banyuwangi).
Sidoarjo terletak diantara dua sungai besar pecahan Sungai Brantas, yaitu Sungai Mas dan Sungai Porong. Itulah sebabnya Sidoarjo dikenal dengan sebutan Kota Delta, memilki tanah subur dan potensial untuk pertanian dan pertambakan.
Letaknya yang berdekatan dengan Ibu Kota Provinsi, menjadikan Sidoarjo memiliki tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi, baik ekonomi maupun penduduk. Oleh karena itu, wilayah Sidoarjo termasuk daerah padat hunian. Karena pengaruh urbanisasi penduduk yang mendekati Surabaya (Ibu kota provinsi).
Oleh karena itu, mengingat posisinya yang strategis dan termasuk wilayah padat hunian, maka ketika bencana luapan lumpur terjadi mengakibatkan permasalahan-permasalahan baru yang sangat kompleks.

3.1.2.      Aspek Geologis
Menurut Marcilinus, anggota Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), di Sidoarjo terdapat zona lemah berupa sesar (patahan). Zona patahan tersebut berupa garis membentang sepanjang Porong (Sidoarjo) dengan Purwodadi. Garis tersebut merupakan patahan yang posisinya miring terhadap utara mata angin dengan sudut 30 derajat dari utara ke timur. Patahan tersebut meretakkan struktur geologi kawasan pengeboran di Porong, Sidoarjo, sehingga mengakibatkan semburan Lumpur panas.

3.2.  Lokasi Terjadinya Semburan Lumpur
Peristiwa ini diawali dengan kebocoran gas berupa semburan asap putih berbau telur busuk, membumbung tinggi sekitar 10 meter, disertai luapan Lumpur. Lokasi semburan berjarak 150-500 m dari lokasi pengeboran sumur Banjarpanji 1 (BJP-1), di desa Renokenongo, 12 km sebelah selatan Sidoarjo. Sumur eksplorasi tersebut adalah milik Lapindo Brantas sebagai operator blok Brantas. Saat peristiwa tersebut terjadi, kedalaman pengeboran sumur (drilling) sudah menembus lapisan formasi kujung (lapisan yang mengandung minyak atau gas), dengan kedalaman 9.297 kaki atau sekitar 2.804 meter.
Lokasi tersebut merupakan kawasan pemukiman dan di sekitarnya merupakan salah satu kawasan industri utama di Jawa Timur. Tak jauh dari lokasi semburan terdapat jalan tol Surabaya-Gempol, jalan raya Surabaya-Malang dan Surabaya-Pasuruan-Banyuwangi (jalur pantura timur), serta jalur kereta api lintas timur Surabaya-Malang dan Surabaya-Banyuwangi,Indonesia

3.3.  PenyebabTerjadinya Semburan Lumpur Sidoarjo
Ada beberapa pendapat mengenai penyebab terjadinya semburan lumpur. Menurut Syahdun, dalam Kompas 31 Mei 2006,  mekanik pengeboran PT Tiga Musim Mas Jaya, salah satu sub kotraktor PT Medici – kontraktor PT Lapindo Brantas, semburan gas disebabkan pecahnya formasi sumur pengeboran. Hal itu terjadi pada Senin, 29 Mei 2006 sekitar pukul 04.30 WIB, setelah bor macet saat akan diangkat ke atas, untuk mengganti rangkaian bor. Akibat gas tidak bias keluar ke atas melalui saluran fire pit dalam rangkaian pipa bor, gas menekan kesamping dan akhirnya keluar ke permukaan lewat rawa.
Kebocoran gas berupa asap putih disertai Lumpur, membumbung tinggi sekitar 10 m, baunya mirip telur busuk (Jawa Pos, 3 Mei 2006).
Lapindo diduga lalai karena mengabaikan salah satu prosedur dalam program acuan pengeboran sumur BJP-1. Dalam proyek itu, Lapindo tidak memasang pipa selubung atau casing berdiameter 9 5/8 inchi pada kedalaman bor 8.500 kaki. Pemasangan casing merupakan salah satu rambu keselamatan dalam pengeboran. Dari dokumen surat yang diperoleh Kompas, pada rapat teknis tanggal 18 Mei 2006 lalu, Lapindo diingatkan soal pemasangan casing itu oleh rekan proyeknya PT Medco. Pipa selubung harus sudah dipasang sebelum pengeboran mencapai sasaran, yaitu formasi kujung pada kedalaman 9.297 kaki atau sekitar 2804 meter.
Dari paper ilmiah yg dipublikasikan AAPG (American Association of Petroleum Geologist) dan ditulis oleh Arse Kusumastuti tahun 2002 diketahui bahwa adanya colapse pada masa lampau.
Pada saat operasi terjadi liquifaction (pencairan) atau seperti agar-agar yg dihentakkan secara mendadak sehingga mecotot keluar. Pada kondisi stabil mobile shale (mobile clay), berbetuk seperti tanah lempung yg sering kita lihat dipermukaan yg sangat liat. Namun ketika kondisi dinamis (karena mengalir), percampuran dengan air bawah tanah menjadikan lempung ini seperti bubur.
Sumur Banjar Panji-1 tidak berada persis dalam line seismik. Kedalaman sumur ini sudah 9200 feet atau secara verikal mungkin sekitar 3.5 Km. Diketahui bahwa yang keluar saat ini adalah lumpur dengan material berasal dari formasi berumur Pliosen. Lumpur mengandung material volkanik. Mud volkano tersebut bisa terjadi melalui crack (patahan) yang sudah ada dan dapat juga melalui pinggiran sumur dengan membentuk crack/fracture yang baru. Keduanya akan menyebabkan kejadian yang sama yaitu keluarnya lumpur.
Menurut Dr. Edy Sunardi, Kepala Departemen pengembangan Ilmu IAGI, lumpur panas terangkat ke permukaan melalui celah batuan yang terbentuk. Ada beberapa mekanisme terjadinya rekahan yang sampai ke lapisan lumpur. Pemicunya bisa karena guncangan gempa atau ada zona yang mengalami tekanan berlebih (overpressure zone). Shale yang belum kompak dapat lepas atau keluar bila ada rekahan. Menurutnya, kondisi geologi Sidoarjo mirip dengan Purwodadi yang dekat dengan lapisan lempeng gunung api masa lampau. Di bawah permukaannya ditemukan lapisan lempung akibat aktivitas vulkanik. Hal ini ditunjukkan dengan munculnya semburan gas. Pada kondisi geologi seperti ini terindikasi sumber migas yang melimpah.

3.4.  Kandungan Lumpur Sidoarjo
Diketahui bahwa yang keluar saat ini adalah lumpur dengan material berasal dari formasi berumur Pliosen. Analisis nannofosil di lumpur menunjukkan umur sekitar Pliosen - sama dengan kandungan fosil di kedalaman 2000-6000 ft di sumur tersebut. Lumpur mengandung material volkanik. Di awal-awal semburan lumpur mengeluarkan gas H2S, temperatur lumpur sekitar 40-50 deg C.
Berdasarkan pengujian toksikologis di 3 laboratorium terakreditasi (Sucofindo, Corelab dan Bogorlab) diperoleh kesimpulan ternyata lumpur Sidoarjo tidak termasuk limbah B3 baik untuk bahan anorganik seperti Arsen, Barium, Boron, Timbal, Raksa, Sianida Bebas dan sebagainya, maupun untuk untuk bahan organik seperti Trichlorophenol, Chlordane, Chlorobenzene, Chloroform dan sebagainya. Hasil pengujian menunjukkan semua parameter bahan kimia itu berada di bawah baku mutu. Seperti tercantum dalam tabel berikut ini:

Beberapa hasil pengujian
Parameter
Hasil uji maks.
Baku Mutu
(PP Nomor 18/1999)
Arsen
0,045 Mg/L
5 Mg/L
Barium
1,066 Mg/L
100 Mg/L
Boron
5,097 Mg/L
500 Mg/L
Timbal
0,05 Mg/L
5 Mg/L
Raksa
0,004 Mg/L
0,2 Mg/L
Sianida Bebas
0,02 Mg/L
20 Mg/L
Trichlorophenol
0,017 Mg/L
2 Mg/L (2,4,6 Trichlorophenol)
400 Mg/L (2,4,4 Trichlorophenol)
Namun berdasarkan pengujian yang dilakukan oleh Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), Lumpur dan sungai porong tercemar logam cadmium (Cd) dan timbal (Pb) yang berbahaya bagi manusia. Kadarnya diperkirakan 146 kali lebih besar dari ambang batas yang diizinkan.
Kadar PAH (Chrysene dan Benz(a)anthracene) dalam lumpur Lapindo diperkirakan  2000 kali dari ambang batas yang diizinkan pada PP No 41 tahun 1999. Dalam PP tersebut dijelaskan bahwa ambang batas PAH yang diizinkan dalam lingkungan adalah 230 µg/m³.
Adapun kandungan beberapa logam dalam lumpur Lapindo, menurut penelitian dari WALHI adalah sebagai berikut:
Parameter
Satuan
Kep. MenKes no 907/2002
Lumpur Lapindo
Air Lumpur Lapindo
Sedimen Sungai Porong
Air Sungai Porong
Kadmium (Cd)
mg/L
0,003
0,3063
0,0314
0,2571
0,0271
Tembaga (Cu)
mg/L
1
0,4379
0,008
0,4919
0,0144
Timbal (Pb)
mg/L
0,05
7,2876
0,8776
3,1018
0,6949




3.5.  Dampak Luapan Lumpur Sidoarjo
3.5.1.      Dampak Ekologis
Ecoton telah melakukan pemantauan terhadap kali Porong yang digunakan untuk mengalirkan / membuang Lumpur. Seharusnya penanganan Lumpur memperhatikan karakter Lumpur, yaitu: kandungan alami Lumpur tidak berbahaya, akan tetapi punya kecenderungan terkontaminasi oleh bahan pencemar lain; salinitasnya tinggi; dan partikelnya halus sehingga akan menyebabkan sedimentasi dan kekeruhan.
Pembuangan lumpur ke sungai sangat membahayakan kelestarian ekosistem dan akan memperluas wilayah yang terkena dampak luapan lumpur. Dampak-dampak tersebut antara lain:
1.      Karakter lumpur dengan salinitas yang sangat tinggi akan membunuh tumbuhan dan hewan di sepanjang alirannya hingga ke muara Kali Porong.
2.      Menurunkan kandungan Oksigen Terlarut dalam air dan meningkatkan peningkatan zat terlarut. Perubahan salinitas dan DO mempengaruhi kehidupan biota perairan, termasuk makroinvertebrata benthos (biota perairan yang tidak bertulang belakang yang hidup sungai, berukuran > 1 mm).
3.      Sedimentasi dasar sungai Kali Porong.
4.      Menurunkan produksi perikanan Pesisir Sidoarjo dan sekitarnya.

Dampak ekologis lain yang diakibatkan luapan lumpur adalah:
1.      Air sumur tidak bisa dikonsumsi lagi oleh penduduk. Air sumur menjadi payau, licin, keruh dan mengkilap sepertia ada lapisan minyak
2.  Tanah-tanah tercemar. Unsur kimia logam pencemar tanah dijumpai dalam lumpur lapindo, seperti: Clor, Mangan, Timbal, dsb.
3.   Tanah ambles. Seperti yang terjadi pada akhir Januari 2007, plengsengan jembatan Sungai Porong dengan panjang 20 meter dan lebar 5 meter ambles sedalam 2 meter. Permuakaan tanah di Ds. Jatirejo turun hingga 23 cm, di Ds. Siring turun hingga 88 cm dalam waktu sebulan.

3.5.2.      Dampak Sosial
Sampai dengan dengan saat ini, tercatat lebih dari 60.000 warga di 12 desa dari tiga kecamatan kehilangan rumah, dan terpaksa menjadi pengungsi. Lebih dari 600 hektar tanah mereka terendam. Tiga puluh pabrik terpaksa berhenti beroperasi, sebagian besar karena terendam lumpur, dan mengakibatkan ribuan orang kehilangan pekerjaan.
 Ribuan orang tersebut diungsikan ke Pasar Baru Porong. Mereka dipaksa menempati kios-kios berukuran 3x5 meter. Bahkan, ada 3 hingga 5 keluarga yang menempati satu kios secara bersamaan. Warga yang tidak kebagian terpaksa mendirikan tenda darurat menggunakan kain dan terpal.
Selain merendam rumah dan pabrik, Lumpur juga merendam lebih dari 34 sekolah. Akibatnya banyak diantara korban yang masih usia sekolah memilih untuk tidak belajar. Alasannya bermacam-macam, mulai dari tidak ada biaya dan seragam, hingga ada yang mengaku pusing dan stress.

3.5.3.      Dampak Ekonomi
Genangan lumpur sempat memaksa PT Jasa Marga untuk menutup sementara jalan tol Surabaya-Gempol yang merupakan urat nadi perekonomian di sebagian wilayah Jawa Timur pada 13 Juni 2006. Akibat penutupan ini, perusahaan yang hendak mengirim hasil produksinya ke Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya harus mengeluarkan biaya ekstra hingga 1 juta rupiah per kontainer karena bertambahnya waktu tempuh dan biaya tunggu kapal. Bisnis transportasi bus/travel juga mengalami imbas penutupan berupa turunnya jumlah penumpang hingga 50% dan tembahan biaya BBM akibat pengalihan jalan dan kemacetan. Jalan tol akhirnya dapat dibuka kembali untuk kedua arah pada tanggal 14 Juli 2006. 
Berdasarkan data Dinas Pertanian, Perkebuanan dan Peternakan Sidoarjo, tercatat hampir 300 hektar tanah pertanian dan peternakan terendam Lumpur. Selain itu keberadaan 496,32 hektar tambak organik bandeng dan udang windu saat ini juga dalam ancaman. Sebab sungai Sanggangewu sumber pengairan tambak seringkali tercemar Lumpur lapindo. Akibatnya petani bendeng dan udang windu Sidoarjo yang biasanya tiap tahunnya memperoleh keuntungan mencapai 900 milyar, akan mengalami kerugian. Hasil penelitian BPK RI bersama UNIBRAW memperkirakan kerugian petambak Sidoarjo, sepanjang tahun 2006-2015 akan mencapai Rp. 2,745 triliyun .
Kawasan Sidoarjo yang semula dikenal sebagai kawasan industri, pasca terjadinya luapan Lumpur, 30 pabrik terpaksa berhenti beroperasi. Ribuan orang terpaksa kehilangan pekerjaan dan menjadi pengangguran. Home industri tas kulit dan sepatu di Tanggulangin yang dulu ramai dikunjungi pembeli, sekarang hanya tinggal nama. Daerah disekitar semburan Lumpur sekarang menjelma menjadi kota mati.

3.5.4.      Dampak Kesehatan Masyarakat
Dampak terhadap kesehatan masyarakat sangat dirasakan di tempat pengungsian. Pengungsi mengalami masalah keterbatasan air bersih akibat tercemarnya sumber-sumber air bersih. Di tempat pengungsian, hanya tersedia 30 unit kamar mandi untuk pengungsi yang jumlahnya ribuan. Sehingga setiap harinya ratusan orang harus mengantri hanya untuk sekedar buang air kecil ataupun mandi.
Selain itu, dari segi gizi, makanan yang diberikan kepada pengungsi bisa dikatakan tidak tepat. Artinya, jenis makanan tidak disesuaikan dengan jenis orang yang memakannya. Menu makanan nasi keras, telur dan tumis kacang menjadi menu wajib bagi setiap pengungsi, tak peduli bayi, balita, ibu hamil, orang sakit magh ataupun manula. Semuanya dipukul rata.
Hidrogen Sulfida (H2S), gas berbau busuk telah terpapar dimana-mana. Akibat gas ini banyak warga yang mengeluh pusing, mual, sakit perut, muntah, bahkan kehilangan indra penciuman mereka. Selain itu gas ini juga sering menyebabkan Infeksi Saluran Pernafasan (ISPA), yang jika tidak ditangani dapat menyebabkan kematian.

3.5.5.      Fasilitas Umum
Sejak semburan Lumpur panas terjadi, ruas jalan tol Porong-Gempol pada Km 37-39 sering dibuka tutup akibat luberan Lumpur yang menggenangi badan jalan. Apalagi sejak pipa Pertamina meledak pada 22 November 2006, ruas jalan tol Porong-Gempol resmi ditutup. Selain itu fly over tol Porong mengalami subsidence (ambles) hingga 30 cm. Akibatnya 4 bentang fly over dibongkar untuk mencegah ambruknya jembatan.
Sejak ditutupnya jalan tol Porong-Gempol, kendaraan dialihkan ke jalan raya Porong. Akibatnya pengguna jalan raya Porong semakin padat, mulai dari kendaraan bertonase ringan hingga berat, termasuk alat transportasi umum seperti bus. Selain menimbulkan kemacetan, juga menyebabkan jalanan rusak parah. Kerusakan ini memicu terjadinya kemacetan yang lebih parah.
Selain itu jalur kereta api Surabaya-Malang / Surabaya-Banyuwangi juga terkena imbas. Posisi rel yang berada dekat dengan tanggul menyebabkan seringkali rel ikut terendam Lumpur, jika tanggul bocor.
Selain transportasi, jaringan listrik, telepon dan air bersih, juga merasakan dampaknya.

3.6.  Upaya-Upaya Penanggulangan Lumpur Sidoarjo
Sejak terjadinya luapan lumpur, berbagai upaya perbaikan terus dilakukan oleh PT Lapindo Brantas bekerjasama dengan berbagai pihak seperti peneliti dari ITB, ITS, UGM, Unpad, Trisakti, serta tenaga ahli dari perusahaan minyak nasional dan asing Perbaikan ditujukan untuk mengatasi kebocoran sumur gas dengan cara menutupnya dengan lumpur berdensitas tinggi. Setelah dapat dihentikan, selanjutnya dilakukan penyuntikan dengan semen  yang sangat kental untuk menutup pori-pori batuan di sekitarnya. Untuk menanggulangi luapan lumpur, didatangkan mesin yang mampu menyedot lumpur untuk kemudian mengalihkannya ke kolam penampungan sementara. Meskipun upaya tersebut gagal.
Upaya lain dilakukan dengan cara melakukan pengeboran miring (sidetracking) menghindari mata bor yang tertinggal tersebut. Pengeboran dilakukan dengan menggunakan rig milik PT Pertamina (persero). Upaya ini juga gagal karena telah ditemukan terjadinya kerusakan selubung di beberapa kedalaman antara 1.060-1.500 kaki, serta terjadinya pergerakan lateral di lokasi pemboran BJP-1. Kondisi itu mempersulit pelaksanaan sidetracking. Selain itu muncul gelembung-gelembung gas bumi di lokasi pemboran yang dikhawatirkan membahayakan keselamatan pekerja, ketinggian tanggul di sekitar lokasi pemboran telah lebih dari 15 meter dari permukaan tanah sehingga tidak layak untuk ditinggikan lagi. Karena itu, Lapindo Brantas melaksanakan penutupan secara permanen sumur BJP-1.
Selanjutnya dilakukan upaya pemadaman lumpur, dengan terlebih dulu membuat tiga sumur baru (relief well). Tiga lokasi tersebut antara lain: Pertama, sekitar 500 meter barat daya Sumur Banjar Panji-1. Kedua, sekitar 500 meter barat barat laut sumur Banjar Panji 1. Ketiga, sekitar utara timur laut dari Sumur Banjar Panji-1. Sampai saat ini skenario ini masih dijalankan.
Upaya-upaya diatas didasarkan pada hipotesis bahwa lumpur berasal dari retakan di dinding sumur Banjar Panji-1. Padahal ada hipotesis lain, bahwa yang terjadi adalah fenomena gunung lumpur (mud volcano), seperti di Bledug Kuwu di Purwodadi, Jawa Tengah. Sampai sekarang, Bledug Kuwu terus memuntahkan lumpur cair hingga membentuk rawa.
Rudi Rubiandini, anggota Tim Pertama, mengatakan bahwa gunung lumpur hanya bisa dilawan dengan mengoperasikan empat atau lima relief well sekaligus. Semua sumur dipakai untuk mengepung retakan-retakan tempat keluarnya lumpur. Kendalanya pekerjaan ini mahal dan memakan waktu. Contohnya, sebuah rig (anjungan pengeboran) berikut ongkos operasionalnya membutuhkan Rp 95 miliar. Biaya bisa membengkak karena kontraktor dan rental alat pengeboran biasanya memasang tarif lebih mahal di wilayah berbahaya. Paling tidak kelima sumur akan membutuhkan Rp 475 miliar. Saat ini pun sulit mendapatkan rig yang menganggur di tengah melambungnya harga minyak.
Rovicky Dwi Putrohari, seorang geolog independen, menulis bahwa di lokasi sumur Porong-1, tujuh kilometer sebelah timur Banjar Panji-1, terlihat tanda-tanda geologi yang menunjukkan luapan lumpur pada zaman dulu, demikian analisanya. Rovicky mencatat sebuah hal yang mencemaskan: semburan lumpur di Porong baru berhenti dalam rentang waktu puluhan hingga ratusan tahun.
Selain menghentikan semburan, dilakukan upaya lain untuk mencegah meluasnya semburan. Untuk itulah dibangun tanggul-tanggul yang sampai sekarang ini tingginya telah mencapai 15 meter dan luas lebih dari 500 hektar. Sebenarnya tinggi tanggul selalu ditambah, akan tetapi tanah disekitar tanggul ambles sehingga tinggi tanggul pun ikut turun.
Karena daya muat tanggul yang semakin lama semakin menurun, sedang sumber semburan lumpur belum dapat dihentikan, maka ada upaya untuk membuang lumpur ke sungai Porong atau ke laut. Akan tetapi upaya ini banyak ditentang oleh pecinta dan pemerhati lingkungan. Alasannya sangat logis, pembuangan lumpur ke sungai sangat membahayakan kelestarian ekosistem dan akan memperluas wilayah yang terkena dampak luapan lumpur.
Skenario pembuangan lumpur ke Kali Porong adalah indikasi bahwa Lapindo Brantas mengabaikan faktor lingkungan dan memakai scenario yang paling sedikit mengeluarkan biaya. Dengan membuang lumpur langsung ke sungai maka LBI tidak menggeluarkan biaya untuk treathment air lumpur. Padahal air lumpur yang bersalinitas tinggi menebar potensi penurunan kualitas air di Perairan, dampaknya adalah kematian biota air tawar yang rentan terhadap air bersalinitas tinggi.
Belajar dari pengalaman Jepang dan setelah melihat karakter lumpur Lapindo, maka, menurut Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah penanggulangan yang perlu dilakukan adalah:
1.      Melakukan kajian dengan cermat dampak pembuangan lumpur pada perubahan salinitas dan kekeruhan air secara menyeluruh dari Kali Porong sampai ke muara dan pantai, serta dampak pencemaran sekunder akibat terlarutnya bahan pencemar dari daratan ke sungai untuk mengetahui penyebaran lumpur dan kandungan bahan berbahaya dan beracun yang mungkin terakumulasi dalam lumpur. Selain itu perlu dilakukan perhitungan ekonomi pada dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan, ancaman kerusakan perikanan laut di pantai Sidoarjo dan sekitarnya, serta hilangnya sumber pendapatan akibat luapan lumpur.
2.      Penyebaran luapan lumpur harus dilokalisasi untuk meminimalisasi wilayah yang rawan terendam lumpur dan terkana dampak. Tanggul di sekitar sumur terbukti tidak mampu menampung luapan lumpur sehingga genangan lumpur terus meluas menenggelamkan rumah penduduk di sekitar sumur pengeboran Lapindo. Perlu dibuat tanggul permanen lebih kuat untuk melokalisir luapan lumpur di daratan, sebelum lumpur dibuang ke laut.
3.      Mempersiapkan lokasi pembuangan lumpur ke laut dengan membuat bendungan penahan lumpur (landfill) untuk mencegah menyebarnya lumpur ke laut lepas. 
4.      Memberikan ganti rugi yang layak bagi masyarakat yang dirugikan oleh dampak lumpur dan menyediakan lahan untuk resettlement bagi masyarakat desa yang telah kehilangan tempat tinggal.
5.      Merehabilitasi lahan dan permukiman yang masih dapat dibersihkan dari genangan lumpur.





3.7.  Nasib Lumpur Sidoarjo Kedepan
Saat ini debit lumpur sudah sangat meningkat. Ada kecenderungan debit ini akan semakin meningkat karena lubang dibawah semakin besar karena ada solid 30% yg ikut terangkut keatas. Sehingga dibawah sana ada lubang yang cukup besar yg menyebabkan produksi lumpur semakin besar.
Pengumpulan lumpur dengan menggunakan kolam (pond) sudah semakin tak terkendali hal ini disebabkan debit pemasukan yg tidak dapat ditampung oleh pond. Meninggikan tanggul dianggap bukan solusi, karena ketinggian tanggul yang ada sekarang sudah dianggap maksimal. Ini ditandai dengan terjadinya kebocoran tanggul.
Kebocoran tanggul disebabkan karena pembuatan tanggul dilakukan secara mendadak karena faktor darurat, sehingga pembuatannya tidak mengikuti aturan pembuatan tanggul dalam kondisi normal.
Dalam kondisi normal tanggul akan dibuat dengan fondasi keras (basement) yang ditanam. Namun kalau melihat tanggul yg telah dibuat di Sidoarjo ini, sangat mungkin ada titik-titik lemah dimana tanggul dibangun diatas tanah keras (kedap air), yang merupakan bidang batas dibawah dan tempat terlemah. Tanah dasar ini tentunya tidak” mengikat” tanggul. Sangat mungkin beberapa hanya berdiri diatas jalan aspal atau pengerasan jalan perumahan. Dengan demikian akan ada tinggi maksimum (H Max) yang dapat ditahan oleh bidang batas bawah yg kritis ini. Kebocoran dasar tanggul ini merupakan tanda-tanda ketinggian maksimum yang dapat ditahan oleh bendungan (tanggul). Jadi meninggikan tangul sama sekali tidak menolong menahan volume lumpur, tetapi malah membahayakan. Semakin tinggi tanggul maka akan semakin tinggi risiko yg ada, karena kalau tanggul jebol tentunya akan lebih banyak menelan korban.
Selain itu, yang harus diwaspadai adalah terjadinya subsidence atau penurunan permukaan tanah. Daerah-daerah disekitar pusat semburan dalam radius 13 km harus waspada. Karena jika semburan terjadi terus-menerus dan tidak dapat dihentikan maka tanah-tanah disekitarnya rawan ambles.

IV.  KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa selama tiga tahun sejak terjadinya luapan Lumpur, berbagai upaya penghentian sumber luapan telah dilakukan, meskipun belum membuahkan hasil. Upaya penaggulangan lain juga telah dilakukan, seperti membangun tanggul dan membuang Lumpur ke sungai Porong atau ke laut. Namun upaya tersebut banyak mendapat tentangan dari para ecoton. Dampak yang terjadi akibat semburan lumpur sangatlah luas dan kompleks. Dampaknya tidak hanya pada kerusakan ekologi, tapi juga berdampak pada ekonomi, sosial, infrastruktur dan kesehatan masyarakat sekitar. Jika luapan tersebut tidak segera dihentikan, dikhawatirkan akan timbul masalah yang lebih besar (Ditulis: Desember 2009).


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006. Luapan Lumpur Panas Di Porong Sidoarjo. Evaluasi Perkembangan Ekonomi, Perbankan & Sistem Pembayaran  Jawa Timur Triwulan  II–2006

Arisandi, P., 2006. Bencana Baru di Kali Porong. Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah.

Dwi, Y., 2009. Kronologis Lumpur Panas Sidoarjo. Indoskripsi

Jaringan Advokasi tambang. 2006. Tambang dan Pengahancuran Lingkungan; Kasus-Kasus Pertambangan di Indonesia 2003-2004. Jakarta : Jatam

Kompas. 2008. Lumpur Akan Dibuang Ke Laut. Harian 13 September.

Yuliani. 2008. Bertaruh Keselamatan, Bahaya Industri Migas di Kawasan padat Huni. Jakarta : Jatam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar